Tiba di penghujung modul Pendidikan Guru Penggerak
saya menemukan banyak hal menarik dari materi
Modul 3 Pendidikan Guru Penggerak yaitu antara lain perubahan paradigma dalam pengambilan
keputusan dari yang selama ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan berbasis
masalah (defisit based) kini bergeser menjadi pendekatan berbasis aset.
Sebelum saya mengikuti Pendidikan Guru Penggerak, ketika pengambilan keputusan pasti
akan memprioritaskan hasil evaluasi hingga
sudah menjadi sebuah kebiasaan yang menjadi pokok permasalahan yakni sebuah
evaluasi merupakan kekurangan atau
kesalahan. Sehingga dalam pengambilan keputusan tindakan selanjutnya pendekatan yang
digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan berbasis masalah. Setelah saya
mempelajari Modul 3 ini saya tidak lagi menjadikan
masalah sebagai fokus utama dalam pengambilan keputusan. Setiap masalah pasti
memiliki aspek positifnya. Di balik
masalah pasti terdapat kelebihan yang dapat
dijadikan suatu aset.
Sebagai seorang pemimpin yang menentukan sebuah
keputusan, kita harus dapat memandang berbagai
hal ke arah yang positif. Kini,
setelah saya mempelajari dan berusaha menerapkan ha tersebut, saya merasa memiliki
kekuatan yang cukup untuk merancang sebuah keputusan atau program yang
berdampak positif pada murid dengan bekal selalu berpikir positif terhadap suatu
kelebihan yang menjadi aset yang kita miliki.
Begitu pula dengan suatu komunitas pendidikan yang harus
optimis dalam mengelola sumber daya dan aset yang dimiliki sebagai suatu
kekuatan/potensi sekolah. Masalah atau kekurangan yang dimiliki oleh suatu
sekolah tidak akan lagi menjadi suatu hambatan untuk memajukan pendidikan dan
mewujudkan visi misi serta tujuan
sekolah yang tentunya berpihak pada murid. Yang kemudian mejadi fokus suatu masalah adalah membiasakan budaya
positif yang tentunya arah untuk
mengubah sebuah kebiasaan bukanlah suatu hal yang mudah. Semuanya memerlukan
proses baik pembiasaan itu sendiri, proses belajar, kolaborasi, serta pemahaman yang matang antarcivitas akademika
sekolah. Apabila pola pikir yang positif
sudah tertanam antarcivitas akademika sekolah maka niscaya sebuah perubahan
yang postif juga akan mudah direalisasikan. Dan tentu saja program yang
berdampak positif pada murid akan mudah terwujud.
Dalam mengambil keputusan untuk merancang semua
hal yang berpihak murid, baiknya kita menerapkan prinsip-prinsip
pengambilan keputusan serta menerapkan 9 langkah pengujian. Sehingga keputusan
yang nanti akan diambil dapat menghasilkan sebuah keputusan yang bijak dan
berpihak pada murid. Selain itu, dalam proses merancang program sekolah yang
berdampak pada murid secara matang kita juga harus menerapkan manajemen
perubahan dengan menggunakan model inkuiri apresiatif BAGJA yaitu Buat pertanyaan utama, Ambil pelajaran,
Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi serta menerapkan manajemen
resiko dan sebagai tindak lanjut program diperlukan langkah menerapkan MELR
yakni Monitoring, Evaluation, Learning dan Reporting. Dengan demikian, diharapkan
program akan dapat berjalan secara
efektif dan efisien serta berpihak pada murid.
Materi sebelumnya
yaitu Pemetaan Sumber Daya merupakan pondasi untuk membangun sebuah program yang
berdampak pada murid. Melalui pemetaan
aset sekolah maka program diharapkan akan berjalan dengan efisien dan
berdayaguna sesuai tujuan untuk mewujudkan merdeka belajar.
Pemetaan aset atau sumber daya yang terdapat di sekolah, baik sumber daya fisik maupun nonfisik
juga sangat penting untuk mengoptimalkan keterlaksanaan sebuah program yang
berdampak pada murid. Setelah melakukan pemetaan,
langkah berikutnya adalah mendayagunakan
potensi sekolah sesuai dengan tujuan untuk mewujudkan merdeka belajar dan
terciptanya profil pelajar Pancasila serta budaya positif di sekolah.
Modul 3.3 yaitu Pengelolaan Program yang Berdampak Positif
pada Murid merupakan modul terakhir dari
serangkaian modul dalam Pendidikan Guru Penggerak. Modul 3.3 ini mengajak saya
untuk kembali mengulas beragam kegiatan
dan rutinitas yang saya lakukan dalam menjalani pengabdian dan peran menjadi
seorang guru.
Semua materi mulai dari
modul 1.1 sampai dengan modul 3.2 tentu saja sangat berkaitan dengan modul 3.3
ini. Mulai dari Modul
1.1 yang berisi materi mengenai filosofi
Ki Hadjar Dewantara, bahwa guru memiliki peran strategis untuk
menuntun segala kodrat yang dimiliki oleh anak-anak sehingga mereka dapat
bahagia dan selamat sebagai seorang individu dan masyarakat. Adapun dalam
mengelola program sekolah yang berdampak pada murid hendaknya melibatkan murid serta
memperhatikan pengembangan potensi atau
kodrat murid itu sendiri. Modul perdana Pendidikan Guru Penggerak ini juga membahas
topik murid sebagai pribadi yang unik dan utuh sehingga guru
sebaiknya dapat menuntun murid sesuai dengan kodrat yang dimilikinya. Setelah kita
sebagai guru memahami kodrat murid maka
kita akan lebih mudah untuk merancang
program yang berdampak positif pada murid tersebut.
Modul 1.2 berisi materi nilai dan peran guru penggerak. Adapun nilai-nilai seorang guru penggerak adalah mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan, berpihak pada murid. Nilai dan peran dari guru penggerak tentu saja tidak terlepas dari cita-cita mulia untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila dan merdeka belajar. Dalam menjalankan perannya, seorang guru tidak cukup berperan hanya sebagai pemimpin pembelajaran di kelas saja. Akan tetapi juga memiliki tanggung jawab besar sebagai seorang pemimpin dalam pengelolaan program sekolah yang berpihak pada murid.
Pada materi Modul 1.3, merencanakan dan mengelola
program yang berdampak pada murid dilakukan melalui pendekatan inkuiri
apresiatif BAGJA (Buat pertanyaan utama, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan
rencana, Atur eksekusi), dengan terlebih dahulu melakukan pemetaan aset atau sumber daya sekolah, dan
mengembangkan aset atau potensi yang dapat dikembangkan untuk merencanakan
program sekolah yang berdampak pada murid. Dengan pendekatan inkuiri apresiatif
BAGJA kita diharapkan dapat dengan mudah merancang program yang berdampak
positif pada murid karena dalam penerapannya kita melibatkan semua pihak dan
memperhatikan semua aset yang ada.
Modul 1.4 membahas budaya positif yang berupa lingkungan yang mendukung perkembangan
potensi, minat, dan profil belajar murid
terutama pada kekuatan kodrat yang dimiliki oleh anak-anak. Ibarat petani, seorang
guru hendaknya dapat mengoptimalkan sumber daya lingkungan yang positif dan
mengembangkan budaya positif yang bertujuan agar anak-anak dapat tumbuh sesuai
dengan kodrat alam dan kodrat zaman serta turut mendukung program yang berdampak pada murid. Dengan
pembiasaan budaya positif diharapkan akan tercipta profil pelajar Pancasila.
Modul 2.1 membahas pembelajaran berdifernsiasi. Seorang
guru baiknya dapat menggunakan pembelajaran berdiferensiasi untuk
memberikan pelayanan terbaik yang berpihak pada murid. Pembelajaran
berdiferensiasi tersebut merupakan sebuah solusi atas beragamnya karakteristik
dan kecerdasan murid. Sebelum melakukan perencanaan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru baiknya
melakukan pemetaan terhadap kebutuhan belajar, minat, dan profil belajar murid. Hal tersebut dilakukan
untuk mengetahui aset atau kekuatan yang dimiliki oleh murid itu sendiri.
Dengan implementasi pembelajaran
berdiferensiasi kita memberikan ruang yang
cukup bagi kenyamanan dan kebahagiaan murid dalam belajar dan hal tersebut
tentu saja akan berpengaruh pula pada kenyamanan dan kebahagiaan guru dalam mengajar sehingga terciptalah
merdeka belajar yang diharapkan.
Pada Modul 2.2 seorang guru dilatih dan diasah untuk mampu
mengembangkan kompetensi sosial dan emosional pada diri murid. Dengan menerapkan
pembelajaran KSE guru dapat
mengembalikan kesadaran diri secara penuh pada murid sehingga mereka tenang,
fokus, berempati, termotivasi, dan bertanggung jawab. Teknik mindfullness menjadi strategi
pengembangan lima kompetensi sosial emosional yang didasarkan pada program yang
berpihak pada murid dengan tujuan untuk mewujudkan merdeka belajar dan budaya
positif di sekolah.
Modul 2.3 berisi materi praktik coaching yang merupakan sebuah teknik atau strategi seorang pemimpin pembelajaran untuk menuntun anak dan menggali potensi yang dimiliki oleh anak tersebut. Coaching juga dapat memberikan keleluasaan bagi anak-anak untuk berkembang dan menggali proses berpikir. Dalam pengelolaan program yang berdampak pada murid, coaching dapat digunakan sebagai suatu strategi untuk mengembangkan sumber daya murid, mengembangkan kepemimpinan murid serta menggali potensi murid untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu keselamatan dan kebahagiaan anak setinggi-tingginya.
Modul 3.1 membahas pengambilan keputusan yang
berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Sebagai seorang pemimpin
pembelajaran, seorang guru harus dapat mengambil suatu keputusan secara bijak
yaitu keputusan yang berpihak pada murid. Dasar, prinsip, serta paradigma atau nilai dalam pengambilan
keputusan harus konsisten, terutama yang berkaitan dengan dilema etika atau
bujukan moral. Dalam mengambil keputusan guru juga harus memperhatikan
paradigma, prinsip, dan 9 langkah
pengujian sehingga keputusan yang diambil tepat, cepat, dan berpihak pada
murid.
Modul 3.2 berisi materi mengenai pengelolaan sumber
daya. Dalam modul tersebut dibahas bahwa guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran
maupun pengelola program sekolah harus mampu memetakan dan mengidentifikasi
aset-aset yang dimiliki sekolah, baik aset fisik maupun nonfisik. Pendekatan
berbasis aset dapat digunakan untuk lebih mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh
sekolah sebagai suatu komunitas belajar dibandingkan dengan pendekatan berbasis
masalah. Paradigma berpikir pun harus memperhatikan sisi positif yang dimiliki
oleh sekolah. Dengan berfokus pada aset yang dimiliki maka pengelolaan program yang berdampak pada
murid dapat terencana dengan baik dan mencapai tujuannya.
Modul 3.3 membahas materi pengelolaan program yang berdampak pada murid.
Dengan memahami dan menerapkan semua modul pada Pendidikan Guru Penggerak maka
akan terciptalah program sekolah yang berdampak positif pada murid.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahawa hendaknya pengelolaan program sekolah harus
berdampak positif pada murid dengan terlebih dahulu melakukan perencanaan secara matang, pengelolaan sumber daya, sebelum mengambil keputusan bersama yang harus juga berdampak
pada murid. Program sekolah yang berdampak positif pada murid tentu saja
bertujuan untuk memberdayakan siswa sebagai pribadi unik yang memiliki bakat
dan potensi yang berbeda maka dalam pembelajarannya diterapkan pembelajaran diferensiasi.
Pembelajaran diferensiasi selaras dengan tujuan pendidikan sebagaimana dalam filosofi
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Nilai dan peran guru penggerak bertujuan untuk
melaksanakan visi membangun budaya positif di sekolah. Pendidikan
pengembangan karakter positif siswa dalam pembelajaran soisal emosional dan coaching akan mewujudkan profil pelajar
Pancasila yang berbudaya positif.
Semua materi modul
Pendidikan Guru Penggerak membentuk karakter pada guru pengggerak untuk selalu
berpihak pada murid sehingga dalam pengabmilan keputusan, perencanaan, dan pelaksanaan program sekolah yang pertama
kali dijadikan tolak ukur adalah keberpihakan pada murid.***
Sumedang, 17 November 2022

Tidak ada komentar:
Posting Komentar