Kamis, 03 November 2022

Koneksi Antar Materi Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

 



Ekosistem, seperti disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai keadaan khusus tempat komunitas suatu organisme hidup dan komponen organisme tidak hidup dari suatu lingkungan yang saling berinteraksi.

Sekolah digambarkan sebagai  sebuah ekosistem yang memiliki keterkaitan  antara unsur biotik dan abiotik. Dalam sebuah ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan memerlukan  keterlibatan aktif  antara semua unsurnya.  Yang termasuk dalam faktor biotik diantaranya adalah pengawas sekolah, kepala sekolah, guru, staf/tenaga kependidikan, murid, orang tua, dan masyarakat di sekitar sekolah.

Selain faktor-faktor biotik dalam ekosistem sekolah tersebut,  faktor-faktor abiotik di dalamnya  juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya yaitu keuangan serta  sarana dan prasarana.

Yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin dalam pengelolaan sumber daya dalam sebuah ekosistem adalah dengan mengembangkan aset-aset modal tersebut berdasarkan kekuatan dan kelebihan yang dimilikinya.

Untuk menggerakkan seluruh komponen biotik dan abiotik dalam komunitas sekolah diperlukan keunggulan dalam pengelolaan sumber daya. Seorang pemimpin sangat esensial berperan dalam melihat potensi serta  menggerakkan sumber daya yang dimiliki. Substansi kepemimpinan itu sendiri adalah pengaruh, orang yang piawai memengaruhi orang lain atau komunitas sekolah, sejatinya merupakan  pemimpin di komunitas itu sendiri. Seorang guru merupakan seorang  pemimpin di depan  muridnya karena ia merupakan  sosok yang  berpengaruh bagi muridnya. Seorang guru penggerak setidaknya harus mempunyai beberapa kompetensi yang melekat dalam dirinya, yaitu (1) mengembangkan diri dan orang lain; (2) memimpin pembelajaran; (3) memimpin dalam pengembangan sekolah; serta (4) memimpin manajemen sekolah.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran memiliki makna bahwa  seorang guru harus mampu memimpin upaya membangun lingkungan belajar yang berpusat pada murid, merencanakan dan melaksanakan proses belajar yang berpusat pada murid, memimpin refleksi dan perbaikan kualitas proses belajar yang berpusat pada murid, serta melibatkan orang tua sebagai pendamping dan sumber belajar di sekolah.  

Dalam melaksanakan perannya sebagai seorang  pemimpin pembelajaran terdapat  paradigma yang menekankan kemandirian sekolah untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang mereka miliki dengan ekspektasi hasil yang didapatkan dapat berkelanjutan dan berkesinambungan. Paradigma tersebut merupakan implementasi dari pendekatan berbasis kekuatan yang biasa  disebut sebagai pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset atau modal. Pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset atau modal tersebut berfokus pada potensi atau sumber daya yang dimiliki oleh sekolah. Apabila sekolah sebagai  sebuah komunitas, seperti dilansir dari  pemikiran Green dan Haines (2002), terdapat  tujuh aset utama yang dimiliki sekolah, yaitu (1) modal manusia; (2) modal sosial; (3) modal fisik; (4) modal lingkungan; (5) modal finansial; (6) modal politik; serta (7) modal agama dan budaya.

Sebagai implementasi peran guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran yang berbasis aset baik dalam lingkup kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah,   guru dapat melakukan beberapa hal seperti  (1) memetakan potensi aset yang dimiliki ekosistem sekolah; (2) pengambilan keputusan yang cepat, tepat, cekat, dan akurat; (3) mengkoordinasikan dan menyelaraskan seluruh sumber daya yang ada; dan (4) memobilisasi sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Seorang guru yang memiliki kepiawaian dalam mengelola sumber daya dengan  tepat dalam konteks pembelajaran akan turut membantu proses pembelajaran murid menjadi  lebih berkualitas. Dengan demikian,  langkah awal seorang guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran bersama murid perlu mengetahui titik temu antara harapan dan keinginan ideal dari muridnya tersebut. Selain itu, guru juga perlu menggali harapan dan keinginan bersama dari murid-muridnya juga untuk menggkoordinasikan dan memobilisasi sumber daya yang dimiliki oleh sekolah. Misalnya, seorang guru dapat bertanya kepada murid, "Pembelajaran seperti apa yang menyenangkan di sekolah kita menurut pendapatmu? Jika kita belajar di ruang kelas, apa saja yang bisa kita upayakan agar ruang kelas kita nyaman dan menyenangkan untuk belajar?" Pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti itu akan dapat menggerakkan warga sekolah untuk melakukan tindakan dengan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki sehingga suasana dan proses pembelajaran murid terus berproses menuju perbaikan kualitas.  Guru juga dapat membimbing murid untuk senantiasa mengajukan pertanyaan reflektif maka upaya perbaikan mutu pembelajaran dapat dilakukan secara berkelanjutan pada setiap akhir pembelajaran.

Materi Modul 3.2 mengenai pemimpin pengelolaan sumber daya berkaitan erat dengan modul sebelumnya yakni   pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang kekuatan kodrat alam dan kodrat zaman yang dimiliki oleh anak. Kodrat alam dan kodrat zaman seorang anak merupakan aset yang melekat dengan tujuan untuk mengembangkan ekosistem pembelajaran di sekolah agar lebih berkualitas dan berpihak pada murid.  Dengan demikian,  seorang guru penggerak sebaiknya memiliki visi dan imaji yang kuat mengenai  perannya sebagai agen transformasi di sekolah yang tergerak, bergerak, dan menggerakkan.

Materi pada Modul 3.2 juga berkaitan erat dengan materi Modul 1.2 yaitu mengenai  nilai  dan peran guru penggerak serta  Modul 1.3 tentang visi guru penggerak. Hal tersebut berkaitan  karena melalui visi yang kuat dimiliki oleh  seorang guru penggerak akan mampu mengupayakan dan menyelaraskan  sumber daya yang dimiliki oleh sekolah sehingga kelemahan suatu ekosistem sekolah menjadi tidak relevan lagi. Dengan demikian, upaya tersebut akan  terfokus pada kekuatan sumber daya  yang dimiliki oleh sekolah.

Selain itu, inkuiri apresiatif dengan pendekatan BAGJA juga sangat relevan untuk melakukan perubahan di sekolah dengan berbasis sumber daya yang  akan menggerakkan warga sekolah untuk melakukan perubahan  positif. Perubahan positif yang dilakukan secara konsisten akan melahirkan budaya positif pula.  Dengan demikian,  Modul 3.2 pun berkaitan erat dengan Modul 1.4 mengenai  budaya positif.

Selain itu, seorang guru penggerak juga  mampu memetakan sumber daya murid yang ada sehingga dapat mengupayakan pembelajaran berdiferensiasi yang mengakomodasi perbedaan  kekuatan yang dimiliki oleh murid. Hal tersebut telah pula dipelajari dan dipahami pada  modul sebelumnya yakni Modul 2.1.  Kekuatan individual dalam diri murid tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut dalam aspek sosial dan emosional melalui pembelajaran sosial emosional yang telah  dipelajari dan dipahami pula pada Modul 2.2. Untuk memaksimalkan semua potensi dan kekuatan murid yang bertujuan  agar berdampak terhadap prestasi murid dapat diupayakan melalui praktik coaching yang telah dipelajari dan dipahami pada Modul 2.3.  Selain itu, seorang guru penggerak sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya memerlukan kemampuan dalam mengambil keputusan yang tepat, cepat, cekat, dan akurat. Hal tersebut telah dipelajari dan dipahami dalam Modul 3.1.

Sebelum mempelajari  modul ini, saya sendiri memiliki paradigma deficit based asset yang artinya bahwa  saya melihat ekosistem sekolah dalam sudut pandang   kelemahan sehingga  keunggulan atau potensi yang dimiliki  seolah tertutupi. Hal tersebut mengakibatkan saya mengalami kesulitan dalam memberdayakan kekuatan sumber daya yang dimiliki untuk kepentingan pembelajaran murid karena  lebih sering terfokus pada masalah yang dihadapi. Setelah mempelajari Modul 3.2 ini, perspektif saya berubah.  Transformasi pendidikan di sekolah dapat dilakukan dengan pendekatan asset based community development yang merupakan langkah terbaik dan lebih relevan karena  berfokus pada kekuatan yang dimiliki dalam ekosistem sekolah sehingga dapat memudahkan untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan rencana aksi transformasi pendidikan yang berpihak pada murid yang bertujuan  untuk mewujudkan pelajar yang berprofil pancasila.***

Sumedang, 4 November 2022


Tidak ada komentar:

Posting Komentar