Sabtu, 19 November 2022

JURNAL REFLEKTIF 10: Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid

 



Pendidikan Guru Penggerak sudah sampai pada  Modul 3.3 Pengelolaan Program Berpihak pada Murid. Saya patut  syukur pada Allah SWT telah memberikan kesehatan dan kekuatan dalam menjalankan rangkaian kegiatan Pendidikan Guru Penggerak ini.

Jurnal refleksi dwi mingguan pada  Modul 3.3 kali ini saya menggunakan Model 5 yang meliputi  connection, challenge, concept, change (4C). Model tersebut  dikembangkan oleh Ritchhart, Church dan Morrison (2011). Model refleksi tersebut cocok digunakan untuk  merefleksikan materi pembelajaran.

1.       Connection

Kegiatan  Pendidikan Guru Penggerak merupakan pendidikan dan pelatihan yang baru dan terbarukan yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sekaligus menambah asupan baterai filosofi pendidikan yang selama ini hilang bahkan mungkin  tertutupi oleh target kurikulum, kompetensi, serta capaian-capaian lain yang sangat ketat. Oleh karena itu,  dalam Pendidikan Guru Penggerak ini yang merupakan hal penting adalah proses menuntun yang dilakukan oleh guru untuk memerdekakan belajar murid akan cepat terealisasi dengan program-program sekolah yang berdampak pada murid. Program-program sekolah yang kelak dapat mengarahkan dan menuntun murid untuk dapat  hidup sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Dengan demikian,  segala potensi yang dimiliki oleh murid akan berkembang secara optimal dengan program yang berpihak pada dirinya tersebut.

Terkait dengan pendekatan Inkuiri Apresiatif, dalam menyusun program sekolah dengan merancang program yang dirasakan berdampak positif  pada pengembangan murid dan sekolah sebagai wadah, media, tempat pendampingan melalui menggali pertanyaan BAGJA/IA program yang disusun dan diimplementasikan secara matang dan tepat dengan kolaboratif memanfaatkan kekuatan sekolah pada aset dan aspek suara, pilihan,  dan kepemilikan murid program sekolah dapat dijalankan dengan baik.

Tentu saja  karena filosofi belajar dari siswa, untuk siswa, dan  oleh siswa maka segala aset/kekuatan/potensi yang dimiliki sekolah haruslah dipetakan, dikelola, dioptimalkan, dan dimanfaatkan untuk mendukung mewujudkan program yang berdampak pada murid yang selaras dengan visi misi serta tujuan sekolah sehigga terwujud Profil Pelajar Pancasila dengan karakter ke-Indonesiaan.     

2.       Challenge

Selama pelaksanaan Pendidikan Guru Penggerak di Calon Guru Penggerak (CGP) angkatan 5, saya menghadapi beberapa tantangan yakni 1) saya yang berkepribadian introvert berusaha membuka diri dan melakukan pendekatan komunikasi dengan lebih banyak orang dan segmentasi sosial sehingga dapat menyelesaikan berbagai tugas dalam implementasi aksi nyata, 2) saya harus berpindah zona nyaman sehingga dalam pengimbasan tugas-tugas CGP kepada rekan  guru maupun atasan di sekolah lebih lancer terlaksana, 3) saya berhadapan dengan pengaturan waktu yang harus lebih jeli dan teliti agar konsisten menyelesaikan semua tugas CGP maupun tugas saya sebagai guru di sekolah dan bagian penting dari kehidupan keluarga di rumah.

Adapun solusi yang saya terapkan untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut antara lain  adalah saya tetep semangat berjuang, mengimbas minimal dengan berdialog, mengobrol dengan teman dekat dengan semampunya,  bercerita hal-hal yang positif kepada mereka tentang metode, cara, teknik yang tepat mengatasi murid, serta sedikit-dikit mengimbaskan ilmu ice breaking, mindfulness, STOP, restitusi, coaching dan lain-lain.

Saya meminta izin kepada pemangku kebijakan untuk turut “tampil” pada beberapa  kegiatan sekolah yang telah atau sedang berjalan dengan kolaborasi serta konsultasi untuk menambah dan memberi sentuhan PGP agar program sekolah tersebut dapat  dijadikan aksi nyata yang layak sebagai tugas CGP.

3.       Concept

Selangkah demi selangkah  saya mulai mampu mengubah paradigma belajar mengajar sejak menjadi peserta CGP angkatan 5 mulai dari cara pandang, cara memperlakukan murid, cara mengajar, mendidik, mendampingi, membimbing siswa dan lain-lain. Selain itu, melalui pendampingan, coaching, restitusi, ice breaking, mindfulness, teknik STOP, program BAGJA serta gali potensi aset 7 yang sangat detail menggali suara, pilihan, dan kepemilikan murid saya mampu mengubah mindset saya dalam menghadapi masalah murid.

Salah satu perubahan yang saya alami adalah saya lebih bersikap sabar menghadapi berbagai respon murid. Saya menyediakan waktu dengan sabar melayani murid yang remidi karena nilai raportnya minim serta memfasilitasi mereka untuk menentukan pilihan dalam mengambil program kerja atau kuliah, memberi solusi pilihan jurusan perguruan tinggi. 

Saya mulai mampu menerapkan keterapilan coaching kepada murid saat mereka kesulitan belajar dengan bahasa kemitraan yang lembut, sopan, kebapak-an serta tidak membuat murid takut dan nyaman. Jika selama ini saya mengajar berdasarkan rancangan tanpa melibatkan murid dan tak pernah melihat mendengarkan harapan, keinginan, kebutuhan, profil dan minat murid setelah PGP saya mencoba memberi mereka kesempatan dengan membuka dialog kesepakatan kelas, melakukan ice breaking agar kelas tidak tegang serta mengistirahatkan murid jika situasi nampak lelah. 

Ada kalanya saya memberikan kesempatan  murid untuk mendengarkan musik menggunakan headset saat mengerjakan tugas proyek agar nyaman namun tugas tetap selesai dikerjakan dengan demikian ada rasa kepemilikan mereka atas proses belajar meningkat.

4.       Change

Dalam proses belajar mengajar sebelum menjadi peserta CGP saya cenderung mengajar dengan cara konvensional. Kadang memang pernah melakukan embaharuan di beberapa hal pengajaran saya namun hasilnya belum berpihak dan berdampak pada murid. Saya mulai  menerapkan beberapa pendekatan belajar seperti berbasis proyek, penugasan mandiri, penugasan kelompok, proyek portofolio berbasis perbedaan karya. Saya pun merusaha  memperhitungkan suara, pilihan,  dan kepemilikan murid pada setiap kesempatan pembelajaran.

Melalui serangkaian seleksi sampai di tahap pendidikan yang saat ini sedang saya lalui sebagai seorang CGP, saya disadarkan bahwa proses belajar mengajar selama ini yang saya lakukan kurang  relevan dan tidak berpihak pada murid.

Saat itulah, saya berusaha menerapkan konsep kebutuhan murid, mengetahui minat murid, memahami profil murid, serta mengetahui tujuan murid ke mana. Saat itu saya sepakat bahwa murid SMK tujuan utamanya adalah bekerja sehingga kebutuhan murid adalah ketrampilan untuk bekerja dilengkapi dengan etika, kode etik dan SOP dalam bekerja. Kini saya lebih memahami bagaimana memperlakukan siswa SMK yang pada akhirnya akan memilih salah satu dari bekerja, melanjutkan, atau berwirausaha.

Sumedang, 20 November 2022

 

 

 

 


JURNAL REFLEKTIF 9: Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

 



Jurnal refleksi dwi mingguan kali ini saya susun untuk mendokumentasikan dan menggambarkan perasaan, pengalaman, gagasan, dan praktik baik yang saya lakukan dan alami selama  menjalani alur pembelajaran Merdeka pada Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya.  Model refleksi yang saya sampaikan  mengadopsi model DEAL (Description,  Examination and Articulation of Learning) yang dikembangkan oleh Ash dan Clayton (2009).

 

DESCRIPTION

WHAT/ APA (Pengalaman Apa yang Terjadi)

Pembelajaran alur Merdeka Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya  diawali dengan tahap Mulai Dari Diri. Pada tahap Mulai Dari Diri ini CGP diminta untuk menjawab pertanyaan yang bertujuan untuk mengaktifkan ulang pengetahuan awal mengenai  ekosistem sekolah dan peran pemimpin dalam pengelolaan sumber daya sekolah.

Pembelajaran pada tahap berikutnya yaitu  Eksplorasi Konsep Mandiri. Pada tahapan ini CGP melakukan eksplorasi secara mandiri dengan cara menelaaah konsep dasar mengenai  sekolah sebagai suatu ekosistem, pendekatan berbasis kekurangan dan berbasis aset, sejarah pendekatan asset, serta 7 aset/ modal dari sebuah komunitas. Selanjutnya, pada sesi Eksplorasi Konsep Diskusi,  CGP berdiskusi guna membahas contoh kasus yang dialami oleh Ibu Lilin dan Pak Pupur, dengan mengkomunikasikan, gagasan, ide dan pemikiran bersama rekan  CGP yang lain dalam satu kelas.

Pembelajaran tahap ketiga adalah alur Ruang Kolaborasi. CGP bekerja sama dengan CGP lainnya dalam menyelesaikan tugas kelompok yang terbagi menjadi 3 kelompok. Tagihan tugas kelompok yang harus diselesaikan pada sesi ini adalah mendiskusikan "Identifikasi 7 modal utama/ asset lingkungan sekolah dan pemanfaatannya".

Tahapan pembelajaran yang keempat adalah Demonstrasi Kontekstual. CGP melakukan analisis  visi dan prakarsa perubahan  dari sebuah tayangan video. Selanjutnya, CGP melakukan identifikasi  kegiatan yang berhubungan dengan tahapan BAGJA, serta menganalisis modal utama yang dimiliki dan dimanfaatkan.

Tahapan pembelajaran yang kelimaadalah  alur Elaborasi Pemahaman. Pada tahapan ini CGP mengelaborasi pemahaman tentang strategi pengelolaan sumber daya bersama CGP lain dipimpin oleh Instruktur.

Tahapan pembelajaran kelima adalah Konekasi  Antarmateri. Dalam tahapan ini,  CGP menghubungkan materi modul yang baru saja dipelajari yaitu Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya  dengan modul-modul  yang sebelumnya sudah dipelajari.

Pembelajaran tahap keenam adalah  Aksi Nyata. CGP bersama warga sekolah secara kolaboratif mengidentifikasi asset/ modul/ kekuatan yang dimiliki sekolah tersebut.

 WHO (Siapa  Yang Terlibat)

Proses kegiatan pembelajaran Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya yang sudah saya lewati tidak terlepas dari peran, bimbingan,  dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Mereka yang terlibat baik secara langsung maupun tidak secara langsung dalam Proses kegiatan pembelajaran Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya ini adalah sebagai berikut.

1.       Teman seperjuangan sesama CGP baik dalam satu kelompok, satu kelas 034, maupun kelas lain dalam satu angkatan, yaitu Angkatan 5.

2.       Fasilitator luar biasa kelas 034, Ibu Kurnia Rahmianum, M.Pd.

3.       Pengajar Praktik kelas 034 yaitu Bapak Ece Mulyadi, S.Pd., Ibu Ai Tita Puspitasari, S.Pd., dan Bapak Nanang Suryana, S.Pd.

4.       Kepala Sekolah, rekan sejawat,  dan murid-murid SMKN 2 Sumedang.

 WHERE ( Di mana Kegiatan Dilaksanakan)

            Kegiatan Pendidikan Guru Penggerak  pada Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya dilaksanakan secara online/dalam jaringan melalui LMS (Learning Management System) Guru Penggerak dalam SIM PKB setiap  Calon Guru Penggerak. Dalam kegiatan pembelajaran ini, para  CGP diwajibkan menyelesaikan tugas-tugas yang terdapat pada LMS sebelum due date yang sudah ditetapkan. Apabila tugas sudah terkirim, maka akan muncul penanda yakni tanda centang biru pada masing-masing tahapan pembelajaran. Sehingga tidak heran muncul ungkapan yang bernada humor  bahwa CGP adalah “pejuang centang biru"  yang tentu saja dalam konotasi positif untuk selalu mengobarkan semangat juang selama mengikuti Pendidikan Guru Penggerak  ini.

 WHEN (Kapan Kejadian Terjadi/ Dialami)

Rangkaian kegiatan pembelajaram pada Modul 3.2  sudah terlaksana dengan baik dan berjalan lancar mengikuti alur MERDEKA dengan rincian jadwal pelaksanaan dan pelaporan tugas seperti  berikut ini.

a.       Mulai Dari Diri dilaksanakan mulai tanggal 24 Oktober 2022

b.      Eksplorasi Konsep Mandiri dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2022

c.       Eksplorasi Konsep-Forum Diskusi terjadwal pada tanggal 25 Oktober 2022

d.      Ruang Kolaborasi-Diskusi berlangsung pada tanggal 26 Oktober 2022

e.       Ruang Kolaborasi Presentasi dilaksanakan pada tanggal 27 Oktober 2022

f.        Demonstrasi Kotekstual dilaksanakan tanggal 28-29 Oktober 2022

g.       Elaborasi Pemahaman dijadwalkan pada tanggal 31 Oktober 2022

h.      Koneksi Antarmateri pada tanggal 1 November 2022

i.         Aksi Nyata pada  tanggal 2 November 2022

Setiap  tahap alur pembelajaran memiliki tenggat waktu yang berbeda. Oleh karena itu, CGP dituntut untuk dapat mengatur waktu sebaik mungkin sehingga kegiatan CGP dapat berjalan dengan lancar, begitu pula  dengan kewajiban sebagai guru di sekolah masing-masing.

Di tengah rentang waktu menyelesaikan pembelajaran Modul 3.2, terdapat jadwal kegiatan lain yang harus diikuti oleh  yaitu Pendampingan Individu dan Lokakarya. Pendampingan Individu 4 berlangsung pada tanggal 1 November 2022 sedangkan  Lokakarya 3 tanggal 23 Oktober 2022 dan Lokakarya 4 tanggal 5 November 2022.

 WHY (Mengapa Kegiatan Ini Dilaksanakan)

Adapun tujuan yang harus dicapai oleh Calon Guru Penggerak pada pembelajaran Modul 3.2  antara lain sebagai berikut.

a.       Tujuan Umum/ Capaian Umum

Profil kompetensi Guru Penggerak yang ingin dicapai dari modul 3.2 adalah CGP mampu:

1)      Mengidentifikasi dan mendapatkan sumber daya dari berbagai sumber yang sah untuk menjalankan program sekolah.

2)      Menggunakan sumber daya sekolah secara efektif untuk meningkatkan kualitas belajar.

b.      Tujuan Khusus/Capaian Khusus

Modul 3.2 ini diharapkan dapat membantu Calon Guru Penggerak untuk mampu:

1)      Menganalisis asset dan kekuatan dalam pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien.

2)      Merancang pemetaan potensi yang dimiliki sekolahnya menggunakan pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (Asset-Based-Community Development)

3)      Menunjukkan sikap aktif, terbuka, kritis dan kreatif dalam  upaya pengelolaan sumber daya.

HOW (Bagaimana Kegiatan Dilakukan)

Seperti pada modul-modul sebelumnya, pembelajaran Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya dilaksanakan secara online melalui LMS. Banyak hal-hal baru yang saya dapatkan dari hasil pembelajaran Modul 3.2 tersebut. Saya pun berjuang untuk tetap konsisten  menyelesaikan setiap tugas dalam LMS dengan tepat waktu.

Tahapan Mulai Dari Diri dan Ekspolrasi Konsep dilakukan secara mandiri dengan menjawab pertanyaan yang terdapat  dalam LMS atau mengungkapkan pendapat setelah membaca materi dan saling memberikan tanggapan dengan CGP lain.  Ruang Kolaborasi dilaksanakan secara berkelompok yang terbagi ke dalam  tiga kelompok. Tugas diskusi kelompok ruang kolaborasi kali ini yakni  mengidentifikasi   7 aset atau modal utama di sekolah masing-masing anggota kelompok dan pemanfaatannya. Hasil identifikasi/pemetaan ditayangkan dalam bentuk poster, tabel, mindmap, dan lain sebagainya kemudian dipresentasikan di hadapan Fasilitator, Pengajar Praktik, dan rekan CGP lainnya.

Pada tahapan alur Demonstrasi Kontekstual,  CGP menganalisis sebuah video yang dapat disaksikan dalam LMS mengenai  visi, prakarsa perubahan, pertanyaan utama, tahapan BAGJA, peran pemimpin,  dan modal utama yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh seorang pemimpin pembelajaran. Hasil analisis video tersebut ditampilkan dalam bentuk narasi dan diunggah di LMS sebelum tenggat waktu yang ditentukan. Analisis pengalaman tersebut dilakukan dengan cara membandingkannya terhadap tujuan/rencana yang telah dibuat sebelumnya.

Dari modul-modul yang sudah saya pelajari, tidak sedikit wawasan dan pengalaman baru saya dapatkan. Hal ini tentunya tidak lepas dari peran Instruktur, Fasilitator, Pengajar Praktik dan teman-teman CGP yang selalu saling support, sharing dan kolaborasi satu dengan lainnya. Alhamdulillah aktivitas pembelajaran alur MERDEKA modul 3.2 dapat terselesaikan dan tercapai sesuai tujuan.

Setelah melewati  proses belajar, akhirnya saya mampu mengidentifikasi aset-aset/modal utama (potensi asset) di sekolah untuk kemudian dimanfaatkan dengan menggunakan pendekatan berbasis asset untuk kepentingan murid.

 

ARTICULATION AND LEARNING  

Jelaskan hal yang dipelajari dan rencana untuk perbaikan di masa mendatang?

Terdapat begitu   banyak pengetahuan dan pengalaman baru yang saya dapatkan setelah mempelajari Modul 3.2, seperti berikut ini.

a.       Sekolah sebagai ekosistem

b.      Pendekatan Pengembangan Komunitas  Berbasis Aset/ Pendekatan Berbasis Aset/ Kekuatan.

c.       Tujuh asset/ modal utama komunitas.

d.      Rencana untuk perbaikan yang ingin saya lakukan di masa mendatang, antara lain dengan

1)      menganalisis aset/ modal dan kekuatan dalam pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien.

2)      merancang pemetaan potensi yang dimiliki sekolah saya menggunakan Pendekatan Berbasis Aset.

3)      selalu menunjukkan sikap aktif, kritis, terbuka dan kreatif dalam upaya pengelolaan sumber daya.   

Sumber daya yang telah dianalisis dan kemudian terindentifikasi akan digunakan oleh sekolah untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid baik modal manusia, sosial, politik, agama dan budaya, fisik, lingkungan/ alam, maupun finansial. Dengan demikian, semua asset harus dimanfaatkan secara optimal agar dapat mendukung secara penuh terciptanya suatu pembelajaran yang membuat murid merasa nyaman dan dapat bertumbuhkembang sesuai dengan kodratnya. Semoga.

Salam dan Bahagia

Sumedang, 19 November 2022

 


JURNAL REFLEKTIF 8: Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

 



Jurnal refleksi dwi mingguan pada Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin kali ini saya menggunakan refleksi dengan Model 4F ((Facts, Feelings, Findings, Future).  

Fact (Peristiwa)

Pengalaman saya selama mengikuti pembelajaran pada modul Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin sungguh  sangat luar biasa. Saya telah melalui tahapan belajar MERDEKA seperti  halnya pada modul-modul terdahulu. Pada tahapan alur belajar MERDEKA saya belajar  dari Mulai dari diri, Eksplorasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahan, Koneksi antar materi, dan Aksi nyata. 

Pada tahapan mulai dari diri, saya mengikuti kegiatan yang bertujuan untuk mengaktifkan pengetahuan awal (prior knowledge) dan melakukan pengamatan pada keterampilan seorang pemimpin dalam pengambilan keputusan dengan berada langsung di antara berbagai pemangku kepentingan, seperti  murid, orang tua murid, guru, komite,  dan pihak komunitas sekolah lainnya.

Tahapan eksplorasi konsep merupakan tahapan yang harus saya lalui dengan  bereksplorasi secara mandiri untuk memahami konsep materi  pengambilan keputusan yang berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin dalam sekolah sebagai institusi moral, menjelaskan pentingnya  pengambilan keputusan seorang pemimpin yang berdasarkan 3 unsur yaitu berpihak pada murid, bertanggung jawab, serta berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan menganalisis nilai-nilai kebajikan yang terkandung dalam sebuah pengambilan keputusan dilema etika. 

Pada tahap ruang kolaborasi, saya melakukan kolaborasi dengan beberapa rekan CGP lain di ruang virtual untuk saling berbagi, berkolaborasi dan menerapkan keterampilan pengambilan keputusan berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Tahap demonstrasi kontekstual saya ikuti dengan melakukan suatu analisis terhadap penerapan proses pengambilan keputusan yang berdasarkan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumya yakni mengenai  berbagai paradigma, prinsip, pengambilan dan pengujian keputusan di sekolah asal masing-masing dan di sekolah/lingkungan lain dengan cara mewawancarai 2 kepala sekolah berbeda tentang praktik pengambilan keputusan yang biasa dilakukan oleh kepala sekolah tersebut.

Pada tahap elaborasi, saya melakukan elaborasi pemahaman tentang paradigma, prinsip, dan pengujian keputusan bersama instruktur secara virtual. Tujuan elaborasi ini salah satunya adalah menguatkan pemahaman mengenai materi yang sudah dipelajari yaitu mengenai pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin.   

Pada penyelesaian tahap koneksi antarmateri, saya membuat kesimpulan (sintesis) dari keseluruhan materi yang didapat dengan membuat tulisan di blog kemudian mendapat tanggapan dari  rekan-rekan yang telah membacanya.

Tahap aksi nyata saya selesaikan dengan membuat rencana untuk mempraktikkan proses pengambilan keputusan, paradigma, prinsip, dan pengujian keputusan di sekolah.

Dalam menyelesaikan tujuh  tahapan pengalaman belajar tersebut saya tidak menemukan hambatan yang begitu berarti. Namun demikian,  saya mendapatkan tantangan ketika ditugaskan untuk mewawancarai dua kepala sekolah yang berbeda. Pada saat itu,  saya diminta untuk mewawancarai kepala sekolah sehingga mendapatkan jawaban mengenai pengambilan keputusan yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari. Untuk mencapai tujuan tersebut saya dituntut untuk  membuat pertanyaan pemantik yang bermakna dan fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Setelah menyelsaikan rangkaian kegiatan tersebut saya merasa apa yang sudah saya lakukan telah sesuai dengan rencana dan sampai sejauh ini berjalan dengan baik.

 Feelings (Perasaan)

              Selama pembelajaran berlangsung saya merasa senang karena materi yang saya pelajari merupakan ilmu pengetahuan baru yang harus saya kuasai sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Seorang Guru penggerak harus berperan  sebagai pemimpin pembelajaran, menggerakan komunitas praktisi, coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antarguru dan memajukan kepemimpinan murid. Dalam menjalankan tugas tersebut saya harus terampil dalam mengambil keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan. Seperti yang telah saya pelajari sebelumnya yakni seorang guru penggerak harus memiliki nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin harus mendasarkan pada 3 unsur yaitu berpihak pada murid, bertanggung jawab, serta berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal. Setiap konsep materi sejak awal sampai modul ini saya pelajari, banyak sekali menemukan keterkaitan sehingga terkonstruksi membentuk sebuah pemahaman baru.

Findings (Pembelajara)

Pelajaran yang saya dapatkan dari Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin diantaranya adalah dalam keterampilan pengambilan keputusan seringkali berbagai kepentingan saling bersinggungan dan ada pihak-pihak yang akan merasa dirugikan atau tidak puas atas keputusan yang telah diambil. Kegiatan pengambilan keputusan merupakan suatu keterampilan, semakin sering kita melakukannya maka semakin terlatih, fokus, dan tepat sasaran. Sesulit apapun keputusan yang harus diambil untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang sama-sama benar, sebagai seorang pemimpin, yang harus kita lakukan adalah  mendasarkan keputusan kita pada 3 unsur yaitu berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambil. 

Ketika suatu saat kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup .

Paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika dapat  dikategorikan seperti berikut ini: 

1. Individu lawan kelompok (individual vs community)

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

       Adapun tiga prinsip dalam pengambilan keputusan yaitu:

1.      Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

2.      Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

3.      Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Selanjutnya, untuk memandu kita dalam mengambil keputusan dan menguji keputusan yang akan diambil dalam situasi dilema etika ataupun bujukan moral yang membingungkan terdapat  9 langkah yang dapat dilakukan yaitu

1. mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

2. menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini

3. kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.  

4. pengujian benar atau salah : Uji Legalitas, Uji Regulasi/ Standar Profesional, Uji Intuisi, Uji Publikasi dan Uji Panutan/ Idola

5. pengujian paradigma Benar lawan Benar

6. melakukan Prinsip Resolusi 

7. investigasi Opsi Trilema 

8. buat keputusan

9. lihat lagi Keputusan dan Refleksikan 

9 langkah pengambilan keputusan tersebut merupakan sebuah panduan, bukan merupakan sebuah metode yang kaku dalam penerapannya.  

Future (Penerapan)

Saya akan menerapkan keterampilan pengambilan keputusan berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan seseuai dengan konsep yang telah dipelajari pada Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin ini agar semakin terlatih dan terampil dalam melakukan pengambilan keputusan. Selain itu, saya akan membagikan informasi terkait pemahaman materi baru yang saya pelajari pada  Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin ini kepada rekan guru yang lain melalui berbagai media baik itu secara langsung ataupun melaui berbagai media informasi digital yang mudah diakses oleh rekan guru yang lain.

Demikian  hasil refleksi pengalaman dan pemahaman belajar saya pada Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin selama kurang lebih dua minggu. Saya berharap semoga bermanfaat bagi seluruh pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, terima kasih.

Sumedang, 19 November 2022

 

 

 

 


Rabu, 16 November 2022

KONEKSI ANTARMATERI MODUL 3.3 PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK POSITIF PADA MURID

 


Tiba di penghujung modul Pendidikan Guru Penggerak saya menemukan banyak hal menarik dari materi  Modul 3 Pendidikan Guru Penggerak yaitu antara lain  perubahan paradigma dalam pengambilan keputusan dari yang selama ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan berbasis masalah (defisit based) kini  bergeser menjadi pendekatan berbasis aset. Sebelum saya mengikuti Pendidikan Guru Penggerak, ketika pengambilan keputusan pasti akan  memprioritaskan hasil evaluasi hingga sudah menjadi sebuah kebiasaan yang menjadi pokok permasalahan yakni sebuah evaluasi merupakan  kekurangan atau kesalahan.  Sehingga dalam pengambilan keputusan  tindakan selanjutnya pendekatan yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan berbasis masalah. Setelah saya mempelajari Modul 3 ini saya  tidak lagi menjadikan masalah sebagai fokus utama dalam pengambilan keputusan. Setiap masalah pasti memiliki  aspek positifnya. Di balik masalah pasti terdapat  kelebihan yang dapat dijadikan suatu aset.

Sebagai seorang pemimpin yang menentukan sebuah keputusan,  kita harus dapat memandang berbagai  hal ke arah yang positif.  Kini, setelah saya mempelajari dan berusaha menerapkan ha tersebut, saya merasa memiliki kekuatan yang cukup untuk merancang sebuah keputusan atau program yang berdampak positif pada murid dengan bekal  selalu berpikir positif terhadap suatu kelebihan yang menjadi aset yang kita miliki.

Begitu pula dengan suatu komunitas pendidikan yang harus optimis dalam mengelola sumber daya dan aset yang dimiliki sebagai suatu kekuatan/potensi sekolah. Masalah atau kekurangan yang dimiliki oleh suatu sekolah tidak akan lagi menjadi suatu hambatan untuk memajukan pendidikan dan mewujudkan visi misi serta  tujuan sekolah yang tentunya berpihak pada murid. Yang kemudian mejadi  fokus suatu masalah adalah membiasakan budaya positif yang tentunya arah  untuk mengubah sebuah kebiasaan bukanlah suatu hal yang mudah. Semuanya memerlukan proses baik pembiasaan itu sendiri, proses belajar, kolaborasi, serta  pemahaman yang matang antarcivitas akademika sekolah. Apabila  pola pikir yang positif sudah tertanam antarcivitas akademika sekolah maka niscaya sebuah perubahan yang postif juga akan mudah direalisasikan. Dan tentu saja program yang berdampak positif pada murid akan mudah terwujud.

Dalam mengambil keputusan untuk merancang semua  hal yang berpihak murid, baiknya kita menerapkan prinsip-prinsip pengambilan keputusan serta menerapkan 9 langkah pengujian. Sehingga keputusan yang nanti akan diambil dapat menghasilkan sebuah keputusan yang bijak dan berpihak pada murid. Selain itu, dalam proses merancang program sekolah yang berdampak pada murid secara matang kita juga harus menerapkan manajemen perubahan dengan menggunakan model inkuiri apresiatif BAGJA  yaitu Buat pertanyaan utama, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi serta menerapkan manajemen resiko dan sebagai tindak lanjut program diperlukan langkah menerapkan MELR yakni Monitoring, Evaluation, Learning dan Reporting. Dengan demikian, diharapkan program akan  dapat berjalan secara efektif dan efisien serta berpihak pada murid.

Materi sebelumnya yaitu Pemetaan Sumber Daya merupakan  pondasi untuk membangun sebuah program yang berdampak pada murid. Melalui  pemetaan aset sekolah maka program diharapkan akan berjalan dengan efisien dan berdayaguna sesuai tujuan untuk mewujudkan merdeka belajar.

Pemetaan aset atau sumber daya yang terdapat  di sekolah, baik sumber daya fisik maupun nonfisik juga sangat penting untuk mengoptimalkan keterlaksanaan sebuah program yang berdampak pada murid. Setelah melakukan  pemetaan,  langkah berikutnya adalah mendayagunakan potensi sekolah sesuai dengan tujuan untuk mewujudkan merdeka belajar dan terciptanya profil pelajar Pancasila serta budaya positif di sekolah.

Modul 3.3 yaitu Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid merupakan modul terakhir  dari serangkaian modul dalam Pendidikan Guru Penggerak. Modul 3.3 ini mengajak saya untuk kembali mengulas beragam  kegiatan dan rutinitas yang saya lakukan dalam menjalani pengabdian dan peran menjadi seorang guru.

Semua materi mulai dari modul 1.1 sampai dengan modul 3.2 tentu saja sangat berkaitan dengan modul 3.3 ini.  Mulai dari Modul 1.1 yang berisi materi mengenai  filosofi Ki Hadjar Dewantara,   bahwa guru memiliki peran strategis untuk menuntun segala kodrat yang dimiliki oleh anak-anak sehingga mereka dapat bahagia dan selamat sebagai seorang  individu dan masyarakat. Adapun dalam mengelola program sekolah yang berdampak pada murid hendaknya melibatkan murid serta  memperhatikan pengembangan potensi atau kodrat murid itu sendiri. Modul perdana Pendidikan Guru Penggerak ini juga membahas topik   murid sebagai  pribadi yang unik dan utuh sehingga guru sebaiknya dapat menuntun murid sesuai dengan kodrat yang dimilikinya. Setelah kita sebagai guru  memahami kodrat murid maka kita akan lebih mudah untuk  merancang program yang berdampak positif pada murid tersebut.

       Modul 1.2 berisi materi  nilai dan peran guru penggerak. Adapun nilai-nilai seorang guru penggerak adalah  mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan, berpihak pada murid. Nilai dan peran dari guru penggerak tentu saja tidak terlepas dari cita-cita mulia untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila dan merdeka belajar. Dalam menjalankan perannya, seorang guru tidak cukup berperan hanya sebagai pemimpin pembelajaran di kelas saja. Akan tetapi  juga memiliki tanggung jawab besar sebagai seorang pemimpin dalam pengelolaan program sekolah yang berpihak pada murid.

Pada materi Modul 1.3, merencanakan dan mengelola program yang berdampak pada murid dilakukan melalui pendekatan inkuiri apresiatif BAGJA (Buat pertanyaan utama, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, Atur eksekusi), dengan terlebih dahulu melakukan pemetaan  aset atau sumber daya sekolah, dan mengembangkan aset atau potensi yang dapat dikembangkan untuk merencanakan program sekolah yang berdampak pada murid. Dengan pendekatan inkuiri apresiatif BAGJA kita diharapkan dapat dengan  mudah merancang program yang berdampak positif pada murid karena dalam penerapannya kita melibatkan semua pihak dan memperhatikan semua aset yang ada.

Modul 1.4 membahas budaya positif yang  berupa lingkungan yang mendukung perkembangan potensi, minat,  dan profil belajar murid terutama pada kekuatan kodrat yang dimiliki oleh anak-anak. Ibarat petani, seorang guru hendaknya dapat mengoptimalkan sumber daya lingkungan yang positif dan mengembangkan budaya positif yang bertujuan agar anak-anak dapat tumbuh sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman serta turut  mendukung program yang berdampak pada murid. Dengan pembiasaan budaya positif diharapkan akan tercipta profil pelajar Pancasila.

Modul 2.1 membahas pembelajaran berdifernsiasi. Seorang guru  baiknya dapat menggunakan pembelajaran berdiferensiasi untuk memberikan pelayanan terbaik yang berpihak pada murid. Pembelajaran berdiferensiasi tersebut merupakan sebuah solusi atas beragamnya karakteristik dan kecerdasan murid. Sebelum melakukan perencanaan  pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru baiknya melakukan pemetaan terhadap kebutuhan belajar, minat,  dan profil belajar murid. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui aset atau kekuatan yang dimiliki oleh murid itu sendiri. Dengan implementasi  pembelajaran berdiferensiasi kita memberikan  ruang yang cukup bagi kenyamanan dan kebahagiaan murid dalam belajar dan hal tersebut tentu saja akan berpengaruh pula pada kenyamanan dan kebahagiaan  guru dalam mengajar sehingga terciptalah merdeka belajar yang diharapkan.

Pada Modul 2.2  seorang guru dilatih dan diasah untuk mampu mengembangkan kompetensi sosial dan emosional pada diri murid. Dengan menerapkan  pembelajaran KSE guru dapat mengembalikan kesadaran diri secara penuh pada murid sehingga mereka tenang, fokus, berempati, termotivasi, dan bertanggung jawab. Teknik mindfullness menjadi strategi pengembangan lima kompetensi sosial emosional yang didasarkan pada program yang berpihak pada murid dengan tujuan untuk mewujudkan merdeka belajar dan budaya positif di sekolah.

         Modul 2.3 berisi materi  praktik coaching yang merupakan sebuah teknik atau strategi seorang pemimpin pembelajaran untuk menuntun anak dan menggali potensi yang dimiliki oleh anak tersebut. Coaching juga dapat memberikan keleluasaan bagi anak-anak untuk berkembang dan menggali proses berpikir. Dalam pengelolaan program yang berdampak pada murid, coaching dapat digunakan sebagai suatu strategi untuk mengembangkan sumber daya murid, mengembangkan kepemimpinan murid serta menggali potensi murid untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu keselamatan dan kebahagiaan anak setinggi-tingginya.

Modul 3.1 membahas pengambilan keputusan yang berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin.  Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, seorang guru harus dapat mengambil suatu keputusan secara bijak yaitu keputusan yang berpihak pada murid. Dasar, prinsip,  serta paradigma atau nilai dalam pengambilan keputusan harus konsisten, terutama yang berkaitan dengan dilema etika atau bujukan moral. Dalam mengambil keputusan guru juga harus memperhatikan paradigma, prinsip,  dan 9 langkah pengujian sehingga keputusan yang diambil tepat, cepat, dan berpihak pada murid.

Modul 3.2 berisi materi mengenai pengelolaan sumber daya. Dalam modul tersebut dibahas bahwa  guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran maupun pengelola program sekolah harus mampu memetakan dan mengidentifikasi aset-aset yang dimiliki sekolah, baik aset fisik maupun nonfisik. Pendekatan berbasis aset dapat digunakan untuk lebih  mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh sekolah sebagai suatu komunitas belajar dibandingkan dengan pendekatan berbasis masalah. Paradigma berpikir pun harus memperhatikan sisi positif yang dimiliki oleh sekolah. Dengan berfokus pada aset yang dimiliki  maka pengelolaan program yang berdampak pada murid dapat terencana dengan baik dan mencapai tujuannya.

Modul 3.3 membahas  materi  pengelolaan program yang berdampak pada murid. Dengan memahami dan menerapkan semua modul pada Pendidikan Guru Penggerak maka akan terciptalah program sekolah yang berdampak positif pada murid.

       Dengan demikian dapat disimpulkan bahawa hendaknya pengelolaan program sekolah harus berdampak positif pada murid dengan terlebih dahulu melakukan perencanaan  secara matang, pengelolaan  sumber daya,  sebelum mengambil  keputusan bersama yang harus juga berdampak pada murid. Program sekolah yang berdampak positif pada murid tentu saja bertujuan untuk memberdayakan siswa sebagai pribadi unik yang memiliki bakat dan potensi yang berbeda maka dalam pembelajarannya  diterapkan pembelajaran diferensiasi. Pembelajaran diferensiasi selaras dengan tujuan pendidikan sebagaimana dalam filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Nilai dan peran guru penggerak bertujuan untuk melaksanakan visi membangun budaya positif di sekolah.  Pendidikan pengembangan karakter positif siswa dalam pembelajaran soisal emosional dan coaching akan mewujudkan profil pelajar Pancasila yang berbudaya positif.

Semua materi modul Pendidikan Guru Penggerak membentuk karakter pada guru pengggerak untuk selalu berpihak pada murid sehingga dalam pengabmilan  keputusan, perencanaan,  dan pelaksanaan program sekolah yang pertama kali dijadikan tolak ukur adalah keberpihakan pada murid.***

Sumedang, 17 November 2022


Kamis, 03 November 2022

Koneksi Antar Materi Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

 



Ekosistem, seperti disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai keadaan khusus tempat komunitas suatu organisme hidup dan komponen organisme tidak hidup dari suatu lingkungan yang saling berinteraksi.

Sekolah digambarkan sebagai  sebuah ekosistem yang memiliki keterkaitan  antara unsur biotik dan abiotik. Dalam sebuah ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan memerlukan  keterlibatan aktif  antara semua unsurnya.  Yang termasuk dalam faktor biotik diantaranya adalah pengawas sekolah, kepala sekolah, guru, staf/tenaga kependidikan, murid, orang tua, dan masyarakat di sekitar sekolah.

Selain faktor-faktor biotik dalam ekosistem sekolah tersebut,  faktor-faktor abiotik di dalamnya  juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya yaitu keuangan serta  sarana dan prasarana.

Yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin dalam pengelolaan sumber daya dalam sebuah ekosistem adalah dengan mengembangkan aset-aset modal tersebut berdasarkan kekuatan dan kelebihan yang dimilikinya.

Untuk menggerakkan seluruh komponen biotik dan abiotik dalam komunitas sekolah diperlukan keunggulan dalam pengelolaan sumber daya. Seorang pemimpin sangat esensial berperan dalam melihat potensi serta  menggerakkan sumber daya yang dimiliki. Substansi kepemimpinan itu sendiri adalah pengaruh, orang yang piawai memengaruhi orang lain atau komunitas sekolah, sejatinya merupakan  pemimpin di komunitas itu sendiri. Seorang guru merupakan seorang  pemimpin di depan  muridnya karena ia merupakan  sosok yang  berpengaruh bagi muridnya. Seorang guru penggerak setidaknya harus mempunyai beberapa kompetensi yang melekat dalam dirinya, yaitu (1) mengembangkan diri dan orang lain; (2) memimpin pembelajaran; (3) memimpin dalam pengembangan sekolah; serta (4) memimpin manajemen sekolah.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran memiliki makna bahwa  seorang guru harus mampu memimpin upaya membangun lingkungan belajar yang berpusat pada murid, merencanakan dan melaksanakan proses belajar yang berpusat pada murid, memimpin refleksi dan perbaikan kualitas proses belajar yang berpusat pada murid, serta melibatkan orang tua sebagai pendamping dan sumber belajar di sekolah.  

Dalam melaksanakan perannya sebagai seorang  pemimpin pembelajaran terdapat  paradigma yang menekankan kemandirian sekolah untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang mereka miliki dengan ekspektasi hasil yang didapatkan dapat berkelanjutan dan berkesinambungan. Paradigma tersebut merupakan implementasi dari pendekatan berbasis kekuatan yang biasa  disebut sebagai pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset atau modal. Pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset atau modal tersebut berfokus pada potensi atau sumber daya yang dimiliki oleh sekolah. Apabila sekolah sebagai  sebuah komunitas, seperti dilansir dari  pemikiran Green dan Haines (2002), terdapat  tujuh aset utama yang dimiliki sekolah, yaitu (1) modal manusia; (2) modal sosial; (3) modal fisik; (4) modal lingkungan; (5) modal finansial; (6) modal politik; serta (7) modal agama dan budaya.

Sebagai implementasi peran guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran yang berbasis aset baik dalam lingkup kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah,   guru dapat melakukan beberapa hal seperti  (1) memetakan potensi aset yang dimiliki ekosistem sekolah; (2) pengambilan keputusan yang cepat, tepat, cekat, dan akurat; (3) mengkoordinasikan dan menyelaraskan seluruh sumber daya yang ada; dan (4) memobilisasi sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Seorang guru yang memiliki kepiawaian dalam mengelola sumber daya dengan  tepat dalam konteks pembelajaran akan turut membantu proses pembelajaran murid menjadi  lebih berkualitas. Dengan demikian,  langkah awal seorang guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran bersama murid perlu mengetahui titik temu antara harapan dan keinginan ideal dari muridnya tersebut. Selain itu, guru juga perlu menggali harapan dan keinginan bersama dari murid-muridnya juga untuk menggkoordinasikan dan memobilisasi sumber daya yang dimiliki oleh sekolah. Misalnya, seorang guru dapat bertanya kepada murid, "Pembelajaran seperti apa yang menyenangkan di sekolah kita menurut pendapatmu? Jika kita belajar di ruang kelas, apa saja yang bisa kita upayakan agar ruang kelas kita nyaman dan menyenangkan untuk belajar?" Pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti itu akan dapat menggerakkan warga sekolah untuk melakukan tindakan dengan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki sehingga suasana dan proses pembelajaran murid terus berproses menuju perbaikan kualitas.  Guru juga dapat membimbing murid untuk senantiasa mengajukan pertanyaan reflektif maka upaya perbaikan mutu pembelajaran dapat dilakukan secara berkelanjutan pada setiap akhir pembelajaran.

Materi Modul 3.2 mengenai pemimpin pengelolaan sumber daya berkaitan erat dengan modul sebelumnya yakni   pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang kekuatan kodrat alam dan kodrat zaman yang dimiliki oleh anak. Kodrat alam dan kodrat zaman seorang anak merupakan aset yang melekat dengan tujuan untuk mengembangkan ekosistem pembelajaran di sekolah agar lebih berkualitas dan berpihak pada murid.  Dengan demikian,  seorang guru penggerak sebaiknya memiliki visi dan imaji yang kuat mengenai  perannya sebagai agen transformasi di sekolah yang tergerak, bergerak, dan menggerakkan.

Materi pada Modul 3.2 juga berkaitan erat dengan materi Modul 1.2 yaitu mengenai  nilai  dan peran guru penggerak serta  Modul 1.3 tentang visi guru penggerak. Hal tersebut berkaitan  karena melalui visi yang kuat dimiliki oleh  seorang guru penggerak akan mampu mengupayakan dan menyelaraskan  sumber daya yang dimiliki oleh sekolah sehingga kelemahan suatu ekosistem sekolah menjadi tidak relevan lagi. Dengan demikian, upaya tersebut akan  terfokus pada kekuatan sumber daya  yang dimiliki oleh sekolah.

Selain itu, inkuiri apresiatif dengan pendekatan BAGJA juga sangat relevan untuk melakukan perubahan di sekolah dengan berbasis sumber daya yang  akan menggerakkan warga sekolah untuk melakukan perubahan  positif. Perubahan positif yang dilakukan secara konsisten akan melahirkan budaya positif pula.  Dengan demikian,  Modul 3.2 pun berkaitan erat dengan Modul 1.4 mengenai  budaya positif.

Selain itu, seorang guru penggerak juga  mampu memetakan sumber daya murid yang ada sehingga dapat mengupayakan pembelajaran berdiferensiasi yang mengakomodasi perbedaan  kekuatan yang dimiliki oleh murid. Hal tersebut telah pula dipelajari dan dipahami pada  modul sebelumnya yakni Modul 2.1.  Kekuatan individual dalam diri murid tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut dalam aspek sosial dan emosional melalui pembelajaran sosial emosional yang telah  dipelajari dan dipahami pula pada Modul 2.2. Untuk memaksimalkan semua potensi dan kekuatan murid yang bertujuan  agar berdampak terhadap prestasi murid dapat diupayakan melalui praktik coaching yang telah dipelajari dan dipahami pada Modul 2.3.  Selain itu, seorang guru penggerak sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya memerlukan kemampuan dalam mengambil keputusan yang tepat, cepat, cekat, dan akurat. Hal tersebut telah dipelajari dan dipahami dalam Modul 3.1.

Sebelum mempelajari  modul ini, saya sendiri memiliki paradigma deficit based asset yang artinya bahwa  saya melihat ekosistem sekolah dalam sudut pandang   kelemahan sehingga  keunggulan atau potensi yang dimiliki  seolah tertutupi. Hal tersebut mengakibatkan saya mengalami kesulitan dalam memberdayakan kekuatan sumber daya yang dimiliki untuk kepentingan pembelajaran murid karena  lebih sering terfokus pada masalah yang dihadapi. Setelah mempelajari Modul 3.2 ini, perspektif saya berubah.  Transformasi pendidikan di sekolah dapat dilakukan dengan pendekatan asset based community development yang merupakan langkah terbaik dan lebih relevan karena  berfokus pada kekuatan yang dimiliki dalam ekosistem sekolah sehingga dapat memudahkan untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan rencana aksi transformasi pendidikan yang berpihak pada murid yang bertujuan  untuk mewujudkan pelajar yang berprofil pancasila.***

Sumedang, 4 November 2022


Senin, 17 Oktober 2022

Terjebak Nostalgia

 


Kami meninggalkan Stasiun Bandung tepat saat matahari sudah terbit sempurna dengan kereta pertama. Aku mencoba mengatur debar jantung yang tak karuan bahkan sejak dua malam yang lalu ketika Langit menyampaikan isi hatinya padaku.

Memang sudah lama aku mengetahui hubungan Langit dengan seorang gadis. Hampir setiap akhir pekan Langit menceritakan gadis pujaan hatinya tersebut padaku. Namun, tak kusangka ia akan secepat itu bermaksud serius dengan gadis yang berasal dari kota yang sama dengan kota kelahiranku, Sumedang.

“Pah, Langit tahu sudah sudah lama sekali Papah tidak pernah kembali ke Sumedang tapi kali ini Langit mohon sama Papah. Langit mohon izin untuk bertemu Ra dan keluarganya di Sumedang akhir minggu ini,” ucap Langit memohon padaku.

Kuhela napas panjang sebelum menjawabnya, “Baiklah, Nak. Lusa kita ke sana.”

Langit memelukku erat sambil mengucapkan terima kasih. Kutinggalkan Langit di ruang tengah saat menelpon Ra. Kutatap kerlip lampu Kota Bandung yang tak pernah padam. Anganku berputar seolah ingin mendahului lusa.

Sebenarnya bukan hal yang sulit untukku untuk pergi ke Sumedang. Jarak Bandung-Sumedang kini semakin dekat. Selain akses jalan tol Cisumdawu yang sudah lancar memperpendek jarak tempuh, kini ada jalur kereta juga yang menghubungkan Sumedang-Bandung. Namun, perasaan berat atas masa lalu yang membuat langkahku berat hingga akhirnya aku menetap di ibukota provinsi ini.

Langit memilih kereta  sebagai moda transportasi kami ke Sumedang untuk menemui Ra dan keluarganya. Ia sengaja tidak membawa mobil dengan alasan ingin menikmati perjalanan tanpa harus fokus ke jalan. Kuikuti saja keinginannya sekaligus penasaran perjalanan seperti apa yang akan kutemukan.

Perjalanan kereta api cepat Bandung-Sumedang hanya memakan waktu sekitar 15 menit saja. Meskipun kereta api cepat tetapi kami masih bisa menikmati pemandangan alam yang  indah sepanjangan perjalanan. Melewati bukit dan perumahan di kejauhan, jantungku kian berdetak kencang. Entahlah, kenapa begitu sulit kuredakan debaran ini.

Tanpa terasa, kami telah tiba di Stasiun Jatihurip Sumedang saat pagi menggeliat menyambut hari Sabtu. Keluar dari gerbang stasiun kami sudah disambut oleh pengemudi taksi daring yang sudah dipesan Langit.

Taksi yang kami tumpangi berjalan pelan tapi pasti membelah kota yang membuatku terpana.

“Wah, sudah banyak perubahan, rupanya,” gumamku.

“Sumedang banyak berubah, ya, Pah?” sambar Langit seolah memahami maksudku.

Sebelum kujawab pertanyaan Langit yang sebenarnya tak perlu kuulang, sopir taksi mendahuluiku.

“Betul, Mas, Pa. Sumedang sekarang sudah benar-benar “ngota”.”

“Maksudnya “ngota” apa, ya, Pak?” tanya Langit.

“Iya, Sumedang seperti sudah jadi kota besar, Mas. Seperti tadi Mas dan Bapak dari stasiun kereta. Dulu mana ada kereta lewat kota ini. Jalan tol juga udah bagus, mobil dari luar Sumedang  langsung masuk kota tanpa harus lewat Cadas Pangeran.”

“Oh, iya, Pak, betul,” balas Langit sambil manggut-manggut. Kulihat ia setuju dengan pernyataan Langit karena beberapa kali menemui Ra di Sumedang  telah melewati berbagai jalan akses dan moda transportasi yang berbeda.

Aku hanya menyimak percakapan Langit dan sopir taksi yang kulihat dari kartu identitas di atas dashboard-nya bernama Rama itu. Ya, memang banyak perubahan kulihat. Sepanjang perjalanan dari stasiun kereta tadi banyak kulihat gedung-gedung bertingkat yang digunakan untuk perkantoran maupun bisnis. Ada beberapa mall juga yang berdiri megah di sepanjang jalan besar yang membelah pusat kota ini.

Rama pun menceritakan tentang Bendungan Jatigede yang sudah mudah dapat diakses dengan berbagai moda transportasi. Begitu pula jika ingin ke Bandara Kertajati, sekarang dapat ditempuh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Tidak ketinggalan jalan-jalan yang menghubungkan kota dengan kecamatan, kecamatan ke desa-desa, sampai ke pelosok  kampung dan perbatasan wilayah terluar kabupaten.

Mayoritas desa-desa di Sumedang sudah mandiri dalam pengelolaan manajemen maupun ekonomi masyarakatnya. Didukung pula dengan jejaring infrastruktur baik fisik maupun digital.

Aku menyimak penjelasan Rama yang lumayan panjang lebar tentang perkembangan kota kelahiranku ini. Ah, seandainya aku tetap menetap di sini, akan kunikmati semua perubahan dan perkembangan kota ini dengan langsung. Selama ini aku memang selalu mengikuti perkembangan Sumedang melalui pemberitaan di media daring. Aku bangga dengan perubahan dan perkembangan kotaku yang melesat ini.

“Iya, benar, Mas. Sejak masa pemerintahan Pak Bupati Dony Ahmad Munir, kota ini berkembang sangat pesat,”  ucap Rama yang diaminkan Langit hampir bersamaan dengan anggukan kepalaku.

“Padahal di awal masa jabatannya, sempat terhadang pandemik virus Covid 19 tetapi Pak Bupati beserta jajarannya tetap melakukan pembangunan di berbagai bidang. Saya saat itu masih sekolah tapi melihat jejak pembangunan beliau sungguh luar biasa sampai sampai saat ini,” lanjut Rama.

Aku setuju dengan Rama. Rasa bangga akan kampung halaman selalu aku rasakan walaupun selama ini aku selalu merasa berat untuk kembali ke sini, kecuali hari ini. Demi putra semata wayangku yang kubesarkan dengan segenap jiwa sejak ia lahir dan langsung kehilangan ibu kandungnya.

Hf, jantungku rasanya melesak ketika taksi melewati sekolah almamaterku sebelum akhirnya berbelok ke arah selatan pusat kota. Sekolahku dulu yang kini sudah berubah rupa menjadi jejeran gedung sekolah bertingkat lima itu kian megah di mataku.

“Pah, itu SMA Papah, kan?”

Karena aku terdiam, Rama juga ikut bertanya padaku,”Bapak alumni SMA 1 juga? Angkatan berapa? Saya angkatan 2019.”

“Papah angkatan tahun 99, Mas,” jawab Langit sambil tersenyum padaku.

“Oh, berarti Bapak seangkatan dengan Tante saya, Pak. Mungkin Bapak kenal dengan Tante  Nuri kelas IPS 1,” lanjut Rama.

Deg. Jantungku kian melesak rasanya. Aku terbatuk-batuk tidak karuan sampai Langit menyodorkan botol mineral yang ia keluarkan dari tas ranselnya.

“Papah tidak apa-apa?” tanya Langit khawatir dan kujawab dengan anggukan setelah berhasil meneguk air dalam botol.

“Sebentar lagi kita sampai, Pah,” lanjut Langit.

“Sahabat kakak saya juga tinggal di daerah sini, Mas,” ucap Rama.

“Oh, ya?” tanya Langit.

“Nah, kita sudah sampai, Mas. Dan itu rumahnya Tante  Rana, sabahat Tante Nuri, tante  saya,” terang Rama sambil menunjuk rumah berwarna putih berhalaman luas di pinggir jalan.

Aku coba menyingkirkan keringat dingin yang sudah kurasakan dari tadi dengan mengelapnya dengan sapu tangan.

“Ayo, Pah, kita turun,” ajak Langit yang sudah di luar mobil membukakan pintu untukku.

Aku berjuang menguatkan kakiku untuk terus mampu menopang tubuhku yang mulai goyah seiring debaran jantung yang makin kacau iramanya.

Kulihat Langit dan Rama saling bertukar kartu nama dengan senyum bahagia terpancar dari keduanya sebelum Rama berlalu dan melambaikan tangan padaku.

Langit mengucap salam dan mengetuk pintu berukir sederhana namun terlihat unik. Setelah terdengar jawaban salam, pintu terbuka dan kulihat seorang gadis mungil berkerudung pasmina  warna peach keluar dengan terkejut menyambut kedatangan kami.

Aku dan Langit duduk di sofa berwarna hitam di ruang tamu tersebut setelah gadis itu menyilakan kami kemudian berlalu. Kulihat ia menuruni tangga berpagar kayu berpernis. Karena kontur tanah perumahan di sini berbukit dan berundak, jadi bagian rumah yang sejajar dengan jalan adalah sebenarnya bagian lantai dua rumah ini.

Langit mengerutkan dahi melihatku. Kubalas dengan gelengan kepala dan gerak bibir bahwa aku baik-baik saja.

Padahal tidak di dalam hatiku. Langit belum tahu bahwa aku sudah sangat mengenal rumah ini jauh sebelum ia mengenal gadis bernama Ra yang tadi dikenalkan padaku.

Lamunanku buyar ketika Ra datang kembali dengan membawa gelas-gelas minuman dan menatanya di atas meja tamu menemani toples-toples camilan yang sudah terpajang  sejak awal.

Ra memperkenalkan seseorang yang tadi berjalan di belakangnya dan kini berhadapan denganku dan Langit.

“Om,  kenalkan ini Bunda,” ucap Ra padaku.

Langit menganggukkan kepala padaku setelah mendekapkan tangan sebagai salam pada ibunya Ra. Aku mematung. Tatapku nanar memandang dengan berbagai rasa pada sosok yang berdiri anggun di hadapanku. Ia pun menatapku dengan binary yang sama. Kerinduan.

“Ra."

“Pras.”

“Iya, Om?” gadis yang berdiri di samping Langit menjawab dan menatapku.

“Hm, bukan, kamu, Ra. Sepertinya Papah dan Bunda saling mengenal, deh,” sambar Langit.

“Oh, ya ampun, maaf.”

Ra dan Langit tertawa kemudian aku dan ibunya Ra ikut tertawa juga dengan terpaksa. Sungguh aku tidak menyangka akan kenyataan yang sedang di depan mata. Aku mencoba menerjemahkan debaran jantung yang kurasakan sejak di kereta api tadi sampai akhirnya bertemu dengan Rana, ibunya Ra.

“Jadi, Papah dulu juga memanggil Bunda Rana dengan Ra? Sama seperti aku memanggil Rakhsandrina dengan panggilan Ra.” Langit dan Ra tersenyum setelah aku dan Rana menjelaskan hubungan kami sebenarnya kepada anak-anak kami.

“Ra tidak menyangka kalau Bunda dan Om Pras ternyata bersahabat, ya,” lanjut Ra yang diamini kami semua.

Ya, betul.  Jauh sebelum aku mengenal ibunya Langit, aku sering main dengan Rana dan Nuri yang tadi disebutkan oleh Rama. Kami bertiga berteman sejak hari pertama masuk dengan seragam baru putih abu-abu. Sejak itu, kami bersahabat dan tidak terpisahkan. Namun, sayang, komitmen persahabatan kami ternodai perasaan cinta yang tumbuh dan mulai mengakar atas nama persahabatan. Teman-teman yang lain menyebut persahabatan kami terjebak cinta segitiga.

Sebelum pengumuman kelulusan, aku sempat mengungkapkan perasaanku pada Rana. Ternyata cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Namun, Rana memintaku untuk tidak menceritakan perasaan  kami masing-masing pada siapapun tidak terkecuali Nuri.

Hingga tepat pada hari pengumuman kelulusan SMA, Nuri mengalami kecelakaan lalu lintas. Nuri menghembuskan napas terakhirnya di rumah sakit setelah dua hari mendapat perawatan intensif. Sebelum kecelakaan itu, ia sempat menitipkan buku diarinya pada Rana. Rana baru berani membacanya setelah Nuri meninggal dunia. Di halaman terakhir tulisannya, Nuri mengungkapkan isi hatinya selama ini kepada Rana dan Pras. Ternyata sudah sejak kelas satu Nuri merasakan jatuh cinta pada Pras yang ia pendam dalam-dalam karena persahabatannya dengan Rana.

Aku dan Rana tidak bisa menahan perasaan sesal dalam dada. Kami merasa kecelakaan yang dialami Nuri  ada andil dari kami. Nuri menangkap basah kami sedang berpegangan tangan  setelah menerima pengumuman kelulusan. Nuri menatap nanar kami berdua yang saat itu terkejut dan spontan saling melepaskan tangan. Setelah itu Nuri berlari meninggalkan kami. Rana mencoba mengejar Nuri yang berlari ke tempat parkir kemudian pergi dengan sepeda motornya. Tidak lama kemudian kabar kecelakaan itu kami terima.

Sejak saat itu, Rana mundur teratur dariku. Aku mencoba menjelaskan padanya bahwa semua sudah menjadi takdir Tuhan. Namun, ia kukuh dengan perasaan bersalahnya dan bersikap  menjaga jarak denganku. Sampai akhirnya aku dan Rana benar-benar berpisah. Walaupun kami sama-sama melanjutkan pendidikan tinggi di Bandung, Rana di UPI dan aku di ITB, kami tidak pernah berkabar apalagi bertemu langsung. Aku benar-benar kehilangan Rana.

Bertahun-tahun aku mencoba melupakan peristiwa itu. Namun, sampai detik aku kembali dapat menatap mata bulat Rana, aku benar-benar tidak dapat melupakannya.

“Aku senang bisa bertemu lagi denganmu, Pras,” ucap Rana dengan tatapan matanya yang masih seperti dulu.

“Aku juga. Tidak kusangka, melalui anak-anak, kita bisa bertemu lagi,” balasku.

Kami mengobrol di balkon belakang rumah lantai duanya. Menatap pesawahan yang masih sama seperti puluhan tahun lalu saat aku dan Nuri sering belajar bareng di saung tepi sawah milik orang tua Rana. Kini, giliran Ra dan Langit yang berlarian sambil sesekali berswafoto di pematang sawah. Aku bahagia melihat mereka begitu ceria dan bahagia. Semoga kehidupan mereka selanjutnya akan terus diwarnai keceriaan dan kebahagiaan.

Sebelumnya, aku dan dan Langit sudah menyampaikan lamaran kepada Rakhsandrina yang diterima oleh gadis itu yang juga dihadiri oleh Rana dan kakaknya yaitu Rafa yang juga terkejut saat bertemu lagi denganku.

Aku dan Langit pamit saat senja menjelang. Keluarga Ra membekali kami dengan bermacam oleh-oleh. Sebelum naik taksi yang dipesan daring oleh Langit, sekali lagi aku menatap mata Rana. Ada rinai yang sama kutemukan di sana yang membuatku tenang kali ini meninggalkannya.***

Sumedang, 9 Oktober 2022